8 Keterampilan yang Harus dimiliki Oleh Seorang Guru

Pada kenyataannya dewasa ini banyak para guru yang mengajar dengan pola tradisional dan mengabaikan keterampilan-keterampilan yang sangat mendasar ini. Padahal 8 (delapan) keterampilan dasar bagi seorang guru sangatlah penting, karena menyangkut efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran, berikut ini penulis menyajikan 8 (delapan) keterampilan dasar bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas di kegiatan belajar dan mengajar.
1.         Ketrampilan Bertanya
Pada hakikatnya melalui bertanya kita akan mengetahui dan mendapatkan informasi tentang apa saja yang ingin kita ketahui. Dikaitkan dengan proses pembelajaran maka kegiatan bertanya jawab antara guru dan siswa, atara siswa ini menunjukan adanya ineraksi dikelas yang di dinamis dan multi arah. Kegiatan bertanya akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot, mudah dimengerti atau relevan dengan topik yang dibicarakan. Tujuan guru mengajukan pertanyaan anatra lain adalah :
1.      Menimbulkan rasa keingintahuan
2.      Merangsang fungsi berpikir
3.      Mengembangkan keterampilan berpikir
4.      Memfokuskan perhatian siswa
5.      Mendiagnosis kesulitan belajar siswa
6.      Menkomunikasikan harapan yang diinginkan oleh guru dari siswanya
7.      Merangsang terjadinya diskusi dan memperlihatkan perhatian terhadap gagasan dan terapan siswa sebagai subjek didik.
Keterampilan bertanya ini mutlak harus dikuasai oleh guru baik itu guru pemula maupun yang sudah profesional karena dengan mengajukan pertanyaan baik guru maupun siswa akan mendapatkan umpan balik dari materi serta juga dapat menggugah perhatian siswa atau peserta didik.  Komponen-komponen dan prinsip-prinsip dalam ketrampilan bertanya: Bertanya Dasar dan Bertanya Lanjut, Teknik Bertanya, Jenis pertanyaan.

2.         Ketrampilan Memberikan Penguatan
Penguatan adalah respons terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali perilaku itu. Teknik pemberian penguatan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Penguatan verbal merupakan penghargaan yang dinyatakan dengan lisan, sedangkan penguatan nonverbal dinyatakan dengan mimik, gerakan tubuh, pemberian sesuatu, dan lain-lainnya. Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan. Manfaat penguatan bagi siswa untuk meningkatnya perhatian dalam belajar, membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri. Komponen dan Prinsip-prinsip Keterampilan Memberi Penguatan Komponen-komponen itu adalah : Penguatan verbal, diungkapkan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya. Dan penguatan non-verbal, terdiri dari penguatan berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan.

3.         Ketrampilan Mengadakan Variasi
Dalam kegiatan pembelajaran, pengertian variasi merujuk pada tindakan dan perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara spontan, yang dimaksudkan untuk memacu dan mengikat perhatian siswa selama pelajaran berlangsung. Tujuan utama guru mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran untuk mengurangi kebosanan siswa sehingga perhatian mereka terpusat pada pelajaran. Komponen-komponen Keterampilan Mengadakan Variasi Keterampilan mengadakan variasi terdiri dari tiga kelompok pokok, yaitu ; Variasi dalam cara/gaya mengajar guru, Variasi dalam penggunaan media dan alat pengajaran, Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa.

4.         Ketrampilan Menjelaskan
Yang dimaksud dengan ketrampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen ketrampilan menjelaskan terbagi dua, yaitu :Merencanakan, hal ini mencakup penganalisaan masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada diantara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan hukum, rumus yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Dan penyajian suatu penjelasan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan, dan penggunaan balikan. Pentingnya penguasaan keterampilan menjelaskan bagi guru adalah dengan penguasaan ini memungkinkan guru dapat meningkatkan efektivitas penggunaan waktu dan penyajian penjelasannya, merangsang tingkat pemahaman siswa, membantu siswa memperluas cakrawala pengetahuannya, serta mengatasi kelangkaan buku sebagai sarana dan sumber belajar. Kegiatan menjelaskan dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa memahami berbagai konsep, hukum, prosedur, dan sebagainya secara objektif, membimbing siswa memahami pertanyaan, meningkatkan keterlibatan siswa, memberi siswa kesempatan untuk menghayati proses penalaran serta memperoleh balikan tentang pemahaman siswa.

5.         Ketrampilan Membuka Dan Menutup Pelajaran
a.         Membuka Pelajaran
Kalimat-kalimat awal yang diucapkan guru merupakan penentu keberhasilan jalannya seluruh pelajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip dalam membuka pelajaran: Hubungan dengan Kelas. Ada banyak hal yang masih memikat perhatian murid di luar ruangan kelasnya. Hal tersebut dapat membuat murid tidak memerhatikan pelajaran yang disampaikan. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat menetapkan titik hubungan antara murid dan pelajaran yang disampaikan. Pembukaan pelajaran harus sesuai dengan minat dan kebutuhan murid. Guru juga harus dapat membangkitkan minat belajar sampai murid dapat memusatkan perhatian mereka kepada pelajaran. Pembukaan pelajaran dengan metode yang terbaik pun tidak akan ada manfaatnya jika tidak mampu membawa murid untuk memusatkan perhatian mereka. Menghubungkan Pelajaran. Hubungkan pelajaran dengan pelajaran-pelajaran sebelumnya. Setiap pelajaran baru yang diajarkan merupakan bagian dari kurikulum yang sudah ditetapkan. Pelajaran itu harus dihubungkan dengan pelajaran-pelajaran lain agar menarik perhatian murid dan menajamkan pengertian mereka terhadap rangkaian pelajaran tersebut. Dan kita dapat menyajikannya dengan lebih menarik, tetapi penuh dengan keterangan. Penyampaian pokok pelajaran harus menarik minat murid seperti halnya penyampaian pokok berita dalam sebuah surat kabar. Menguraikan Pelajaran. Setelah memperkenalkan pelajaran, guru harus mengajarkan pelajaran sesuai dengan rencana yang telah disiapkan. Mutu persiapan dapat terlihat pada waktu pengajaran itu disampaikan. Satu hal yang perlu diingat, jika tidak ada murid yang belajar dari pengajaran tersebut, itu berarti guru belum mengajarkan pelajaran itu.


b.         Menutup Pelajaran
Jangan akhiri pelajaran dengan tiba-tiba. Penutup harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin agar sesuai. Guru perlu merencanakan suatu penutup yang tidak tergesa-gesa dan juga dengan doa sekitar tiga sampai lima menit. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip dalam menutup pelajaran: Merangkum Pelajaran. Sebagai penutup, hendaknya guru memberikan ringkasan dari pelajaran yang sudah disampaikan. Ringkasan pelajaran sudah tidak lagi berupa diskusi kelas atau penyampaian garis besar pelajaran, tetapi berisi ringkasan dari hal-hal yang disampaikan selama jam pelajaran dengan menekankan fakta dasar pelajaran tersebut. Menyampaikan Rencana Pelajaran Berikutnya. Waktu menutup pelajaran merupakan saat yang tepat untuk menyampaikan rencana pelajaran berikutnya. Guru dapat memberikan kilasan pelajaran untuk pertemuan berikutnya. Diharapkan hal ini dapat merangsang keinginan belajar mereka. Sebelum kelas dibubarkan, ungkapkanlah pelajaran yang akan disampaikan minggu depan dan kemukakan rencana-rencana di mana murid dapat mengambil bagian dalam pelajaran mendatang. Bangkitkan minat. Guru tentu ingin murid-muridnya kembali di pertemuan berikutnya dengan penuh semangat. Oleh karena itu, biarkan murid pulang ke rumah mereka dengan satu pertanyaan atau pernyataan yang mengesankan, yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu mereka. Sama seperti seorang penulis yang mengakhiri sebuah bab dalam cerita bersambung, yang membuat pembaca ingin segera tahu bab berikutnya. Dengan cara yang sama, guru dapat mengakhiri pelajarannya dengan penutup yang “berklimaks” sehingga seluruh kelas menantikan pelajaran berikutnya dengan tidak sabar. Memberikan tugas. Tugas-tugas harus direncanakan dengan saksama. Perlu diingat pula sikap guru yang bersemangat dalam memberikan tugas akan mempengaruhi minat dan semangat para anggota kelas.(Benson : 80-85).

6.         Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya ketrampilan berbahasa.

7.         Ketrampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip Ketrampilan mengelola kelas yaitu, prefentip adalah yang berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran dan  represif, yaitu berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

8.         Ketrampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perseorangan
Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3 sampai 8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa dengan siswa. Format mengajar ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan sehat antara guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran. Setiap guru dapat menciptakan format pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan sesuai dengan tujuan, topik (materi), kebutuhan siswa, serta waktu dan fasilitas yang tersedia. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip ketrampilan ini adalah: Ketrampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, Ketrampilan mengorganisasi, ketrampilan membimbing dan memudahkan belajar, Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. 
 

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Devision)


Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang mengisyaratkan adanya orang yang mengajar dan belajar dengan didukung oleh komponen lainnya, seperti kurikulum, dan fasilitas belajar mengajar. Dalam proses tersebut, terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau pendekatan untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Hamalik (2003: 57) mengemukakan: 
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi: buku-buku, papan tulis, kapur, audio. Fasilitas dan perlengkapan berupa: ruangan kelas, perlengkapan, dan prosedur meliputi: jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.


Rohani dan Ahmadi (1995: 64) menyatakan bahwa: 
Pembelajaran adalah totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat sebelumnya, maka pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis yang diawali dengan persiapan mengajar (prainstruksional), proses pembelajaran (instruksional) dan diakhiri penilaian atau evaluasi. Kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti hanya guru yang aktif sedang murid pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran agar proses pembelajaan dapat berlangsung optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu pendekatan pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berorientasi pada kegiatan kerjasama antara siswa dalam bentuk kelompok sehingga siswa dapat belajar bersama dalam suasana kelompok.
Lie (1999: 28) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif atau gotong royong adalah kegiatan pembelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa di kelas”. Nasution (2004: 146) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong atau kerjasama dalam kelas”. Sementara Sanjaya (2006: 239) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru di sekolah sesuai dengan tuntutan materi pelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa dalam kelas dalam melakukan kerja kelompok. Penekanan pendekatan ini adalah mengaktifkan siswa dalam pembelajaran melalui kerjasama antar siswa dalam suasana belajar berkelompok.
Roestiyah (1998: 15) mengemukakan “kerja kelompok adalah kelompok siswa yang terdiri atas 5 atau 7 siswa, bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pembelajaran”. Thabrany (1993: 96) mengemukakan kerja kelompok sebagai “kerja berkelompok yang anggotanya antara 3, 5, atau 7 orang”.
Lie (1999: 30) mengemukakan unsur-unsur pembelajaran kooperatif, yaitu: “1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka,    4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok”. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut diuraikan sebagai berikut:

1)  Saling tergantungan positif
Keberhasilan kelompok dalam belajar sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya dalam melakukan kerjasama dalam kelompok belajar. Kelompok belajar atau kelompok kerja harus kompak dalam belajar dan tidak ada anggota kelompok yang memandang dirinya lebih pintar dari anggota kelompoknya dan menanggap bahwa anggota kelompoknya bodoh dan tidak bisa diajak untuk berdiskusi atau belajar bersama.

2)  Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Oleh karena itu, guru harus memiliki kesiapan dalam menyusun tugas belajar dan memberikannya kepada siswa sehingga setiap siswa  memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi secara aktif dalam kelompoknya masing-masing.
3)  Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan kesempatan kepada siswa sebagai anggota kelompok untuk bekerjasama. Hasil pemikiran dari satu orang akan dapat menjadi milik bersama dalam kelompok yang memungkinkan setiap anggota kelompok memiliki kemampuan sama dalam penguasaan suatu materi pelajaran.

4)  Komunikasi antar anggota
siswa dalam suatu kelompok tidak selalu memiliki keahlian atau kemampuan dalam berkomunikasi. Keberhasilan kelompok bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka, sehingga keterampilan berkomunikasi sangat perlu diperhatikan setiap anggota kelompok.

5)  Evaluasi proses kelompok
Guru harus menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar dapat menilai kualitas kerjasama dan hasil kerja kelompok sekaligus dapat menjadi masukan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya.
Salah satu tipe pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD. STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi yaitu jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 3-6 orang, dan setiap kelompok harus heterogen. Guru menyajikan pelajaran dan siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan seluruh  anggota  tim  telah  menguasai pelajaran. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan mereka tidak boleh saling membantu mengerjakan kuis.
Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka yang lalu, dan skor diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasinya yang lalu. Skor tiap anggota dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu  diberi sertifikat atau penghargaan sebagai suatu bentuk penguatan.
Menurut Ibrahim (2000: 57) bahwa prosedur penyekoran untuk STAD yaitu: 
Langkah 1 (menetapkan skor dasar), setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis yang lalu.
Langkah 2 (menghitung skor kuis terkini), siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan denga pelajaran terkini.
Langkah 3 (menghitung skor perkembangan), siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka dengan menggunakan skala yang diberikan di bawah ini.
Lebih dari 100 poin di bawah skor dasar ………………….............. 0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar …….... 10 poin
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar ……………........... 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar ……………………..............… 30 poin
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) ….. 30 poin

Besar poin yang disumbangkan setiap siswa pada timnya ditentukan oleh berapa skor siswa melampaui rata-rta skor kuis siswa itu sendiri di waktu lampau. siswa dengan pekerjaan sempurna mendapatkan poin perkembangan maksimum, tanpa memperhatikan poin dasar mereka. Sistem perkembangan individual ini memberikan setiap siswa suatu kesempatan baik untuk menyumbang poin maksimum kepada tim jika (dan hanya jika) siswa itu melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan peningkatan perkembangan subtansial atau mencapai pekerjaan sempurna. Dalam penilaian, tidak ada sistem penskoran khusus untuk pendekatan investigasi kelompok. Laporan atau presentasi kelompok digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi dan siswa hendaknya diberikan penghargaan untuk dua-duanya yaitu sumbangan individual dan hasil kolektif dalam suatu kelompok siswa.
Dalam tahap awal pembelajaran, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, dan setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang dengan kelompok yang bersifat heterogen (baik jenis kelamin maupun kemampuan akademik). Setiap  anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antara sesama anggota kelompok. Secara priodik dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan mereka terhadap bahan pelajaran.
 

Pendekatan Pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)

1. Pengertian Pendekatan CBSA
Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata “approach” yang dimaksudnya juga “pendekatan”. Di dalam kata pendekatan ada unsur psikhis seperti halnya yang ada pada proses belajar mengajar. Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram.  Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
2. Dasar-Dasar Pemikiran Pendekatan CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh k mauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sek lah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
Belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid – murid untuk dirinya sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut haruslah berasal dari murid yang belajar. Gage dan Berliner secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya. Dengan  Penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengeanal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat disekitarnya. Selain itu, siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berfikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari – hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari, dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya   ( Raka Joni, 1992 : 1 ). Guru diharapkan bekerja secara professional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna ( efisien dan efektif ) artinya guru dapat merekayasa system pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaimana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif           ( Raka Joni, 1992 : 11 ). Lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru – guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan alam dan social budaya.
Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik
3. Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif. Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
  1. Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. 
  2. Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan. 
  3. Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien. Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar.

4. Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
Dimensi subjek didik :
  • Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru.
  • Keberanian untuk mencari kesempatan berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.
  • Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
  • Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
  • Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
Dimensi Guru
  • Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
  • Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
  • Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
  • Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
  • Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
Dimensi Program
  • Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
  • Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
  • Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Dimensi situasi belajar-mengajar
  • Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar. 
  • Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.

Metode Mengajar (Metode Ceramah)

Ceramah, adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode ini, yakni :

1. Menetapkan apakah metode ceramah wajar digunakan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Tujuan yang hendak dicapai
b. Bahan yang akan diajarkan termasuk buku sumbernya yang tersedia
c. Alat, fasilitas, waktu yang tersedia
d. Jumlah murid beserta taraf kemampuannya
e. Kemampuan guru dalam penguasaan materi dan kemampuan berbicara
f. Pemilihan metode mengajar lainnya sebagai metode bantu
g. Situasi pada waktu itu
2. Langkah-langkah menggunakan metode ceramah. Pada umumnya ada tiga langkah pokok yang harus diperhatikan, yakni : persiapan/perencanaan, pelaksanaan, dan kesimpulan. Langkah-langkah metode ceramah yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a.   Tahap persiapan. Artinya tahap guru untuk menciptakan kondisi belajar yang baik sebelum mengajar dimulai
Tahap penyajian, artinya tiap guru menyampaikan bahan ceramah
b. Tahap asosiasi (komparasi) artinya memberi kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan dan membandingkan bahan ceramahyang telah diterimanya. Untuk itu pada tahap ini diberikan/disediakan tanya jawab diskusi
c.  Tahap generalisai atau kesimpulan. Pada tahap ini kelas menyimpulkan hasil ceramah, umumnya siswa mencatat bahan yang telah diceramahkan
d.  Tahap aplikasi/evaluasi. Tahap akhir ini, diadakan penilaian terhadap pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diberikan guru. Evaluasi bisa dalam bentuk lisan tulisan, tugas dan lain-lain.

Perlu diperhatikan, bahwa ceramah akan berhasil dengan baik bila didukung/dibantu oleh metode-metode yang lain, misalnya : tanya jawab, tugas, latihan dan lain-lain
Metode ceramah ini wajar digunakan apabila :
a. Ingin mengajarkan topik baru
b. Tidak ada sumber bahan pelajaran pada siswa
c. Menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak

Metode Mengajar (Metode Tanya Jawab)

Metode tanya jawab adalah metodde mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dengan siswa.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain :

1. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab, antara lain :
a. Untuk menetahui sampai sejauh mana materi pelajaran telah dikuasi oleh siswa
b. Untuk merangsang siswa berpikir
c. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dipahami
2. Jenis pertanyaan. Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran.
a. Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada siswa. Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, di mana, berapa, dan sejenisnya.
b. Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.
Contoh pertanyaan :
- Faktor-faktor apakah yang menyebabkan cepatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia?
- Bagiman pendapat Anda bila pertumbuhan penduduk di Indonesia dibiarkan terus meningkat?

3. Teknik mengajukan pertanyaan. Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung kepada teknik guru dalam mengajukan pertanyaannya.
Hal pokok yang harus diperhatikan antara lain :
a. Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan pada siswa
Pertanyaan hendaknya diajukan kepada kelas sebelum menunjuk siswa untuk menjawab
b. Beri kesempatan/waktu pada siswa untuk memikirkannya
c. Hargailah pendapat/pertanyaan dari siswa
d. Distrubusi atau pemberian pertanyaan harus merata
c. Buatlah ringkasan hasil tanya jawab sehingg memperoleh pengetahuan secara sistematik

Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila :
a. Bermaksud mengulang bahan pelajaran
b. Ingin membangkitkan siswa belajar
c. Tidak terlalu banyak siswa
Sebgai selingan metode ceramah
 

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang mengisyaratkan adanya orang yang mengajar dan belajar dengan didukung oleh komponen lainnya, seperti kurikulum, dan fasilitas belajar mengajar. Dalam proses tersebut, terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau pendekatan untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Hamalik (2009) mengemukakan:
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi: buku-buku, papan tulis, kapur, audio. Fasilitas dan perlengkapan berupa: ruangan kelas, perlengkapan, dan prosedur meliputi: jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, maka pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis yang diawali dengan persiapan mengajar (prainstruksional), proses pembelajaran (instruksional) dan diakhiri penilaian atau evaluasi. Kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti hanya guru yang aktif sedang murid pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran agar proses pembelajaan dapat berlangsung optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu pendekatan pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berorientasi pada kegiatan kerjasama antara siswa dalam bentuk kelompok sehingga siswa dapat belajar bersama dalam suasana kelompok.
Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (1995) mengemukakan, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana kelompok belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah empat orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Sedangkan Johnsosn, dalam Hasan (1994) mengemukakan, bahwa pembelajarn kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan Kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur pembelajarn kooperatif dirancang untuk mengaktivitaskan siswa melalui inkuiri dan perbincangan mengaktivitaskan siswa melalui inkuiri dan perbincangan dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang.
Anita Lie (2000) menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu kelompok pembelajaran yang member kesempatan kepada didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugasan-tugasan yang terstruktur. Lebih lanjut dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif hanya berjalan bahwa pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu kelompok yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-5 orang saja.
Sementara Sanjaya (2006:239) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru di sekolah sesuai dengan tuntutan materi pelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa dalam kelas dalam melakukan kerja kelompok. Penekanan pendekatan ini adalah mengaktifkan siswa dalam pembelajaran melalui kerjasama antar siswa dalam suasana belajar berkelompok.
Pembelajaran kooperatif telah dikenal sejak lama. Pada saat itu guru-guru mendorong para siswa untuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti perbincangan atau pembelajaran oleh rekan sebaya. Selain itu alur proses belajar mengajar tidak mesti lazimnya selama ini, guru terlalu mendominasi proses belajar mengajar, segala tujuan berasal dari guru, ternyata siswa dapat juga saling belajar mengajar sesame mereka.
Wina Sanjaya (2010:246) mengemukakan prinsip-prinsip  pembelajaran kooperatif, yaitu: “1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka,    4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok”. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut diuraikan sebagai berikut:
a)    Saling tergantungan positif
Keberhasilan kelompok dalam belajar sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya dalam melakukan kerjasama dalam kelompok belajar. Kelompok belajar atau kelompok kerja harus kompak dalam belajar dan tidak ada anggota kelompok yang memandang dirinya lebih pintar dari anggota kelompoknya dan menanggap bahwa anggota kelompoknya bodoh dan tidak bisa diajak untuk berdiskusi atau belajar bersama.
b)   Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Oleh karena itu, guru harus memiliki kesiapan dalam menyusun tugas belajar dan memberikannya kepada siswa sehingga setiap siswa  memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi secara aktif dalam kelompoknya masing-masing.
c)    Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan kesempatan kepada siswa sebagai anggota kelompok untuk bekerjasama. Hasil pemikiran dari satu orang akan dapat menjadi milik bersama dalam kelompok yang memungkinkan setiap anggota kelompok memiliki kemampuan sama dalam penguasaan suatu materi pelajaran.
d)   Komunikasi antar anggota
siswa dalam suatu kelompok tidak selalu memiliki keahlian atau kemampuan dalam berkomunikasi. Keberhasilan kelompok bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka, sehingga keterampilan berkomunikasi sangat perlu diperhatikan setiap anggota kelompok.
e)    Evaluasi proses kelompok
Guru harus menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar dapat menilai kualitas kerjasama dan hasil kerja kelompok sekaligus dapat menjadi masukan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya.
Model Pembelajaran tipe Jigsaw dideskripsikan sebagai strategi pembelajaran dimana siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok yang disebut “kelompok asal”. Kemudian siswa juga menyusun “kelompok ahli” yang terdiri dari perwakilan “kelompok asal” untuk belajar dan/atau memecahkan masalah yang spesifik. Setelah “kelompok ahli” selesai melaksanakan tugas maka anggota “kelompok ahli” kembali ke kelompok asal untuk menerangkan hasil pekerjaan mereka di “kelompok ahli” tadi.
Teknik Jigsaw mengkondisikan siswa untuk beraktifitas secara kooperatif dalam dua kelompok, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Aktifitas tersebut meliputi saling berbagi pengetahuan, ide, menyanggah, memberikan umpan balik dan mengajar rekan sebaya. Seluruh aktifitas tersebut dapat menciptakan lingkungan belajar dimana siswa secara aktif melaksanakan tugas sehingga pembelajaran lebih bermakna.
Secara umum tehap-tahap pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Tahap pendahuluan, (2) Tahap penyajian informasi/materi, (3) Tahap pembentukan kelompok, (4) Tahap kerja dan belajar kelompok, (5) Tahap evaluasi, (6) Tahap penghargaan. 
 

Judul PTK Bahasa Indonesia SMP

Judul PTK Bahasa Indonesia SMP - Berikut beberapa Judul PTK Bahasa Indonesia SMP yang sempat kami posting pada artikel ini, ke depan kami akan selalu mengupdate Judul PTK Bahasa Indonesia SMP.

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF MELALUI TINDAKAN PELAKSANAAN DAN PEMBIASAAN MENULIS JURNAL DALAM PEMBELAJARAN SISWA KELAS VIII SMP 

PENDEKATAN METODE BELAJAR TUNTAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA INDONESIA PADA SISWA SMP 
 
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI MELALUI METODE KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS VIII SMP